Merujuk data sepanjang tahun 2016-2017, 31
kali ekspor komoditas pala produksi petani dalam negeri di tolak negara-negara
Uni-Eropa. Situasi ini menjadi ancaman tersendiri, tidak hanya bagi pala dari
Banda, tetapi juga bagi komoditas pala di Indonesia.Penolakan tersebut dikarenakan pala Indonesia dinilai tercemar aflatoxin, racun yang dihasilkan oleh jamur yang dapat menyebabkan gagal hati dan bahkan kematian. Selain aflatoxin, pala yang diekspor ternyata juga mengandung ochratoxin, racun yang diakibatkan dari jamur jenis serupa. Ditengarai, pencemaran disebabkan oleh metode budidaya pala yang masih menggunakan kadar air tinggi, sehingga memungkinkan jamur beracun untuk tumbuh.Pengelolaan pala di Banda
saat ini dirasa tidak maksimal. Sebagai komoditas yang pernah menjadi koordinat
penting dalam sejarah penjelajahan dan penaklukan manusia, pala Banda
dihadapkan pada perlakuan yang tidak lebih dari komoditas sampingan karena
ketiadaan inovasi dan kebaruan.Tak hanya itu, penentuan harga yang tidak
berpihak pada petani, membuat kehidupan petani kian terpuruk. Tanaman pala yang
dulu adalah warisan berharga, kini telah berusia ratusan tahun dan mulai
berhenti berproduksi.Sebagai kekayaan alam Indonesia, buah pala
telah membuktikan dirinya sebagai komoditas yang tidak bisa dipandang sebelah
mata. Tantangan yang kini menghadang adalah menjaga keberadaan pala Banda dan
mengembangkan berbagai produk turunannya dan kemudian diperdagangkan hingga
seluruh penjuru dunia.Hingga pada akhirnya, keuntungan yang
dihasilkan dari komoditas andalan dari surga kecil di timur Indonesia dapat
direguk oleh bangsa kita sendiri.Keterbatasan ekonomi dan pengetahuan yang
dimiliki masyarakat Banda, membuat pala yang dulu dikenal sebagai primadona
ekonomi di negara-negara Atlantik Utara, tidak dikelola dengan maksimal.
0 komentar:
Posting Komentar