Sabtu, 11 April 2020

Pala Banda yang Kian Merana

Merujuk data sepanjang tahun 2016-2017, 31 kali ekspor komoditas pala produksi petani dalam negeri di tolak negara-negara Uni-Eropa. Situasi ini menjadi ancaman tersendiri, tidak hanya bagi pala dari Banda, tetapi juga bagi komoditas pala di Indonesia.Penolakan tersebut dikarenakan pala Indonesia dinilai tercemar aflatoxin, racun yang dihasilkan oleh jamur yang dapat menyebabkan gagal hati dan bahkan kematian. Selain aflatoxin, pala yang diekspor ternyata juga mengandung ochratoxin, racun yang diakibatkan dari jamur jenis serupa. Ditengarai, pencemaran disebabkan oleh metode budidaya pala yang masih menggunakan kadar air tinggi, sehingga memungkinkan jamur beracun untuk tumbuh.Pengelolaan pala di Banda saat ini dirasa tidak maksimal. Sebagai komoditas yang pernah menjadi koordinat penting dalam sejarah penjelajahan dan penaklukan manusia, pala Banda dihadapkan pada perlakuan yang tidak lebih dari komoditas sampingan karena ketiadaan inovasi dan kebaruan.Tak hanya itu, penentuan harga yang tidak berpihak pada petani, membuat kehidupan petani kian terpuruk. Tanaman pala yang dulu adalah warisan berharga, kini telah berusia ratusan tahun dan mulai berhenti berproduksi.Sebagai kekayaan alam Indonesia, buah pala telah membuktikan dirinya sebagai komoditas yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Tantangan yang kini menghadang adalah menjaga keberadaan pala Banda dan mengembangkan berbagai produk turunannya dan kemudian diperdagangkan hingga seluruh penjuru dunia.Hingga pada akhirnya, keuntungan yang dihasilkan dari komoditas andalan dari surga kecil di timur Indonesia dapat direguk oleh bangsa kita sendiri.Keterbatasan ekonomi dan pengetahuan yang dimiliki masyarakat Banda, membuat pala yang dulu dikenal sebagai primadona ekonomi di negara-negara Atlantik Utara, tidak dikelola dengan maksimal.

0 komentar:

Posting Komentar